Kehidupan Pasca Sarjana

Bismillah, akhirnya bisa nulis lagi di sini. Setelah berkutat dengan skripsi, sidang dan wisuda beberapa bulan lalu. 

Insyaallah saya mau berbagi, apa sih yang saya rasakan, persiapkan setelah wisuda dari sarjana? 

Orang selalu menanyakan perasaan saya, mereka bilang "pasti bahagia ya abis wisuda" "pasti lega ya abis sidang". Saya selalu tersenyum, meng-aminkan. Tapi, sesungguhnya saya sedang mempersiapkan sesuatu, yaitu kehidupan pasca sarjana. 

Apa setelah ini?

Saya di wisuda, sekitar bulan Maret h-2 puasa. Bulan puasa adalah bulan-bulan saya berkontemplasi, merenungkan perjalanan saya selama sarjana. Dan meminta juga berdoa dengan khusyuk untuk ditempatkan di tempat terbaik setelah ini. Entah belajar, atau pekerjaan. 

Sebab, manusia harus tetap bergerak untuk bermanfaat dan menyiapkan bekal akhirat. Maka, saya harus mempersiapkan hal ini. 


Selama Ramadhan, saya menimbang-nimbang jurusan mana yang akan saya pilih untuk melanjutkan S2? Kampus mana yang akan saya pilih untuk menjadi tempat terbaik? Beasiswa mana yang akan saya tuju untuk membiayai semuanya? Persiapan apa saja yang harus saya persiapkan? 

Awalnya, karena saya dalam sarjana menempuh pendidikan bahasa Arab, saya pikir saya harus mengambil jurusan yang selaras saat S2. Biar fokus, dan berkesinambungan ilmunya, pikir saya. Tapi, setelah saya eksplor lagi jurusan yang akan saya tuju, karena dari dulu saya bertekad akan tetap melanjutkan studi dalam bidang psikologi saat S2, akhirnya saya memutuskan untuk memilih psikologi kedepannya. 


Sebelumnya, sebelum saya kuliah S1 di program pendidikan bahasa Arab. Saya kuliah di sebuah kampus swasta dengan jurusan psikologi saat itu, karena saya bercita-cita ingin menjadi psikolog dalam perspektif Islam. Tapi, karena beberapa hal saya harus pindah kampus dan jurusan. Dari sana, saya bertekad mimpi saya tidak boleh pupus. Dan akan melanjutkan studi S2 dalam bidang psikologi. 

Lalu, sampailah pada hari ini. Saya baru sadari, mungkin saat itu Allah mau saya pindah dan takdirkan untuk kuliah di sebuah PTN yang rasa pesantren, dengan jurusan pendidikan bahasa Arab. Allah mau saya untuk belajar agama lebih dalam terlebih dahulu, Allah mau saya belajar bahasa arab terlebih dahulu, untuk akhirnya saya bisa mendalami ilmu berikutnya, yaitu ilmu kedua setelah ilmu agama, ilmu psikologi. 


Setelah mantap memilih jurusan psikologi, awalnya saya bingung kebermanfaatan apa yang akan saya lakukan dalam ilmu ini yang bisa saya pertanggungjawaban ke Allah nantinya setelah belajar? Karena, yang saya tahu belajar psikologi untuk mereka yang sebelumnya non S1 psikologi, tidak bisa menjadi psikolog. 

Lalu, saya bertanya ke beberapa orang dan beberapa psikolog yang saya kenal. Ternyata, meski kita mengambil s2 psikologi dengan jalur non S1 psikologi, kita tetap bisa memberikan konseling atau menjadi konselor untuk orang lain. Bedanya, hanya tidak bisa memberikan diagnosa, seperti psikolog maupun psikiater. Saya senang sekali mendengar itu, karena saya sangat ingin bermanfaat melalu profesi konselor. 

Setelah itu, saya eksplor univ terdekat, yaitu universitas Indonesia. Di sana, terdapat program S2 psikologi terapan, yang terdiri dari 1. Psikologi intervensi sosial, 2. Psikologi sumber daya manusia, 3. Psikologi forensik dan apalagi saya lupa. Setelah membaca itu, saya benar-benar baru tahu kalau ada yang namanya psikologi terapan. Saya baru tahu ada psikologi intervensi sosial, yang menurut saya mirip-mirip dengan kriminologi. Wah, ini menarik sekali. Kalau psikologi sumber daya manusia, mungkin saya sudah familiar yang akhirnya akan terjun ke dunia company, atau jadi trainer, membuka perusahaan juga mungkin bisa. 

Saya jadi teringat, sepanjang perjalanan pulang dari kampus ke rumah. Saya selalu melewati Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Karena saat itu, saya juga tergabung dalam satuan tugas yang menangani sebuah kasus. Saya jadi tertarik dan penasaran, gimana ya sering kerja di sana? Karena, menurut saya sebuah kasus itu unik. Dan keadilan dalam sebuah kasus, benar-benar harus dipandang menyeluruh, bukan hanya dari sudut saksi maupun korban yang pertama kali melapor. 


Akhirnya, saya berfikir, apakah saya harus mengambil psikologi intervensi sosial? Apakah saya tergabung menangani kasus, melewati Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, itu sebuah petunjuk dari Allah untuk bermanfaat dalam isu sosial? Tapi berat sekali, pikir saya. 

Akhirnya, saya mencari lagi kampus ke dua, yaitu di universitas pendidikan Indonesia Bandung. Di sana terdapat program S2 psikologi dengan jurusan psikologi pendidikan. Lalu, saya bertanya-tanya ke dalam diri saya, apakah saya harus melanjutkan ke pendidikan? Menjadi konselor untuk anak-anak di sekolah, guru dan karyawan? 


Saya semakin bimbang. Dan belum menemukan kepuasan untuk memilih jurusan yang tepat kebermanfaatannya. 

Lalu, saya eksplor beasiswa S2, yang ternyata semua persyaratan bahasa Inggrisnya tentu sangat tinggi. Dari sini, saya akhirnya memutuskan untuk mempersiapkan diri terlebih dahulu untuk persyaratan beasiswa. 

Sembari mempersiapkan diri, mungkin selama 6-setahun kedepan saya akhirnya memutuskan untuk melamarnya pekerjaan. Mencari pengalaman, dan menabung untuk bekal awal dalam perjalanan menuju S2 nanti. 

Singkat cerita, ini yang saya lakukan setelah wisuda; 
1. Menentukan hal apa yang benar-benar saya sukai, dan saya ingin tekuni lalu saya amalkan ilmunya. Karena, bagi saya adab terhadap ilmu adalah mengamalkannya. Akhirnya, saya menuliskan hal-hal yang saya sukai, lalu mengerucutlah pada bidang-bidang ini; Ilmu Tafsir Qur'an, Psikologi, Literasi, Public Speaking dan Bisnis. Akhirnya, saya memutuskan untuk mendalami ini untuk satu tahun ke depan. Sebagai batu loncatan saya menjadi seorang muslimah terbaik di mata Allah. 
2. Fokus menyelesaikan apa sisa yang belum selesai pada diri sendiri dan keluarga. Sebab, setelah ini saya mungkin akan ditakdirkan menikah atau mengelola sebuah kelas atau bertemu dengan banyak orang. Maka, saya harus selesai dengan urusan diri sendiri dan domestik. Saya menulis satu persatu, apa sisa yang belum selesai di dalam diri sendiri. Ini hal-hal yang saya check dan recheck; 

Menentukan ulang visi misi pribadi. Dituliskan supaya tau arah hidup kita. 

Ruhiyah: 
- Apakah masih ada sholat wajib yang belum tepat waktu? 
- Sholat sunnah mana yang masih tertinggal dan harus ditingkatkan? 
- Ibadah Sunnah apa yang belum dilakukan dan mana yang sudah bisa dipertahankan untuk ditingkatkan? 
- Berapa kali sesi tazkiyatunnafs dalam sehari dilakukan? Zikir, Sedekah, baca Qur'an, menghafal, dll. 

Fikriah: 
- Akan melanjutkan studi kemana? 
- Tempat belajar mana yang akan dipilih di wilayah? 
- Ilmu apa yang disudah dan akan didalami?
- Buku apa saja yang sudah dan akan dibaca? Saya tidak mentargetkan diri membaca buku sebulan berapa buku. Target saya, setiap hari membaca buku. 
- Siapa teman/sahabat bicara dan diskusi ilmu yang biasa ditemui? Kalau belum ada, harus dicari 


Jasadiyah: 
- Seberapa konsisten menjaga diri dari makan dan minum sehat? 
- Sejauh mana ikhtiar merawat tubuh? 
- Olahraga apa yang cocok untuk tetap dilakukan? 
- Bagian tubuh mana yang belum tersentuh untuk dirawat sebagai bentuk syukur? 
- Bagian tubuh mana yang merugikan orang lain? Misal, bau badan, ketombean misalnya buat laki2 yg gaberjilbab itu akan mengganggu pemandangan orang lain 


Lalu, di dalam keluarga. Biasanya, ini yang saya check dan recheck; 
- Hubungan dengan orangtua. Adab saya sudah sejauh mana? Ilmu apa yang harus saya pelajari untuk menyambut masa tua dan fase mereka yang akan kembali ke anak2? Apa kebutuhan mereka? Apa yang mereka sukai dan tidak sukai? Apa yang menurun dan harus dibantu? Kondisi kamarnya apakah sirkulasi udaranya baik? Pencahayaannya cukup? Kamarnya bersih? Kesehatannya terjaga? Makan dan minumnya seimbang? 
- Hubungan dengan saudara. Untuk Kakak, biasanya saya hanya berusaha menjadi teman dengar dan bicara. Untuk adik, saya mempersiapkan mereka untuk mencapai fase Aqil baligh yang sesuai. Masing-masing adik, saya punya timelinenya sendiri, karena setiap adik berbeda dan unik. Pendekatannya ada yang lama, ada yang cepat. 

3. Memilih tempat kebermanfaatan. Saya memilih melamar pekerjaan sebelum kuliah S2. Melamar di beberapa sekolah. Untuk ini, kapan-kapan saya cerita bagaimana perjuangannya dan lika-likunya. 


Terimakasih sudah membaca, semangat menjemput takdir terbaik :) 






Comments